Yang Terabaikan

March 19, 2019


Mata sembab, rambut tak karuan, bau menyengat, wajah pun penuh iler. Ya, apa boleh dikata, seperti itulah penampakan makhluk-makhluk yang memilih untuk berkecimpung dalam dunia kompetisi. 

Budaya "hasil lebih segala-galanya daripada proses" menjadi momok dalam sebuah kompetisi. Tiap pelaku kompetisi pasti paham bagaimana pedihnya ketika hasil tak seindah yang dicita-citakan, apalagi jika kompetisi tersebut sukses menguras banyak pikiran, tenaga, waktu, biaya, dan menjauhkan kita dari lingkup pergaulan.

Ketika hasil tak berbanding lurus dengan angan, maka sudah pasti akan timbul berbagai macam reaksi. Berdasarkan pengalaman, reaksi yang mendominasi adalah kecewa dengan bumbu sok tahu. Reaksi ini tidak nampak dari pelaku kompetisi, melainkan berasal dari mereka yang merasa lebih tahu akan segalanya, mereka yang terkadang hanya mencari panggung (hanya karena mereka terlahir lebih dulu).

Dalam kisah nyata, hanya segelintir orang yang akan benar-benar peduli terhadap rasa sedih yang dirasakan si pelaku kompetisi. Mereka adalah orang-orang yang memang ada untuk membantu tanpa maksud tertentu, memberikan kritikan yang sifatnya membangun disertai dengan contoh berdasarkan pengalaman pribadi, dan yang tidak memaksakan kehendak terhadap pelaku kompetisi, melainkan menggabungkan semua usulan dan ide yang ada untuk pembaharuan ilmu dan kemajuan bersama.

Terkadang, ada manusia yang tak sudi bila pendapatnya tak diterima oleh manusia lainnya. Selalu memaksakan kehendak, namun tak mampu untuk menuntaskan apa yang dipaksakannya, tak jarang hal tersebut membuat si pelaku kompetisi sakit hati dan merasa dilecehkan. 

Mereka yang pemaksa karena mengharapkan sesuatu biasanya akan kecewa ketika yang diharapkannya belum bisa menjadi nyata, lalu mereka akan memaki dalam kebisuan (tapi ada juga yang terang-terangan). 

Belajar dari pengalaman sebagai pelaku kompetisi, bukan hal ini yang saya harapkan. Pelaku kompetisi ingin agar setiap proses yang mereka lalui dapat dihargai, mungkin hasilnya memang belum sempurna, tapi tak ada salahnya untuk mensyukuri segala pencapaian, mengingat sulitnya medan yang mereka tempuh untuk bisa berada di dekat puncak.  

Seyogyanya tidak perlu untuk saling menyalahkan, karena akan lebih bijak jika kita kembali mengkoreksi diri sendiri. Wahai pelaku kompetisi, jangan menyerah terlalu cepat. Terus berjuang dan tak usah berikan telinga kepada mulut-mulut yang hanya pandai memberikan beban, karena kelak akan tiba masanya untuk kalian mencapai puncak.


*pic courtesy of featureshoot

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe